Pemilihan Umum 2009 tinggal satu hari lagi, namun belum ada kesan yang meyakinkan bahwa pemilu kali ini akan berjalan lancar. Ketidakyakinan tersebut dipicu oleh kurang siapnya penyelenggara pemilu (baca: KPU) menyiapkan perhelatan lima tahun sekali ini. Kekhawatiran terhadap pemilu menjadi meluas karena ketidaksiapan penyelenggara pemilu bukan hanya berskala lokal namun juga nasional.
Awal ketidaksiapan penyelenggara pemilu telah dimulai dengan minimnya sosialisasi terhadap pemilih. KIPP se-Malang Raya 2 bulan lalu berdasarkan hasil surveinya telah memberikan gambaran bahwa minimnya sosialisasi dapat berbanding lurus terhadap partisipasi pemilih pada hari pemilihan. Namun apologi yang muncul selama ini adalah minimnya dana bagi KPU di daerah untuk melakukan sosialisasi. Padahal sosialisasi pemilu adalah tahapan awal yang vital dalam menentukan kesuksesan pemilu dari perspektif partisipasi. Hal ini membuktikan bahwa penyelenggara pemilu sejak awal tidak siap melaksanakan tugasnya secara total. Ketidaksiapan penyelenggara pemilu sejak awal dapat menjadi pemicu efek domino yang lebih besar pada hari H hingga ke tingkatan KPPS.
Masalah besar lain yang dicemaskan oleh KIPP se-Malang Raya adalah ketidakakuratan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berpotensi menjadi penggelembungan suara. Pemilihan Gubernur Jawa Timur telah menjadi preseden bahwa DPT menjadi titik kecurangan paling rawan. KIPP se-Malang Raya mengindikasikan bahwa potensi kecurangan melalui DPT tetap ada pada 9 April 2009 nanti.
Masalah klasik lain yang diindikasikan akan tetap terulang pada pemilu kali ini adalah politik uang (money politic) dalam berbagai variannya. Sistem penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak turut menjadi stimulus digunakannya metode politik uang dalam memenangkan persaingan di antara para calon anggota legislatif. Masih digunakannya metode politik uang membuktikan bahwa ketidaksiapan mensukseskan pemilu bukan hanya muncul dari penyelenggara pemilu namun juga dari sisi partai politik bermodal besar.
KIPP se-Malang Raya mewaspadai potensi konflik yang terjadi pada hari H maupun pasca pemungutan suara. Potensi konflik tersebut dapat muncul sebagai akibat akumulasi kekecewaan terhadap ketidaksiapan penyelenggaraan pemilu maupun akibat kecurangan-kecurangan di lapangan. Selain itu mental siap menang tidak siap kalah turut menjadi sumber konflik di antara peserta pemilu.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, KIPP se-Malang Raya mengambil sikap politik sebagai berikut:
1. Menuntut perbaikan kinerja penyelenggara pemilu di Malang Raya pada hari H pemungutan suara. Perbaikan kinerja harus dilakukan untuk menekan potensi kekacauan pada hari H pemungutan suara.
2. Mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai penggelembungan suara dalam bentuk apa pun di wilayah masing-masing. Titik rawan yang menjadi pintu masuk bagi penggelembungan suara tersebut adalah DPT.
3. Menyatakan perang terhadap segala bentuk politik uang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak siap berdemokrasi.
4. Mengingatkan kepada setiap pihak untuk mewaspadai potensi konflik yang muncul akibat akumulasi kekecewaan terhadap ketidaksiapan pemilu dan juga kecurangan-kecurangan.
Sebagai tindak lanjut terhadap masalah-masalah tersebut, KIPP se-Malang Raya membentuk Crisis Center sebagai saluran bagi setiap orang yang peduli kepada demokrasi untuk melaporkan segala bentuk temuan pelanggaran atau kecurangan pada hari H nanti. Crisis Center tersebut dibuka sejak hari H hingga penetapan hasil akhir pemilu.
Malang, 8 April 2009
Sigit Nurhadi Siswo Suwarjono Felik Sad Windu
Ketua KIPP Kota Malang Ketua KIPP Kab.Malang Ketua KIPP Kota Batu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar