Pemilu 2009 telah selesai dilaksanakan. Pesta demokrasi lima tahun sekali ini tinggal menunggu hasilnya. Walaupun secara sekilas penyelenggaraan pemilu terlihat lancar, namun KIPP se-Malang Raya memiliki beberapa catatan atas penyelenggaraan pemilu di Malang Raya. Inti dari catatan KIPP se-Malang Raya adalah bahwa KPU se-Malang Raya ternyata tidak siap menyelenggarakan Pemilu pada 9 April 2009 sehingga memunculkan banyak kejanggalan di lapangan. Hal ini sungguh ironis karena satu hari sebelum Pemilu Ketua KPU Pusat, Abdul Hafiz Anshary, mengatakan bahwa persiapan Pemilu sudah tuntas. Entah logika apa yang dipakai penyelenggara pemilu di negara ini sehingga mereka menganggap semuanya baik-baik saja. Kenyataan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
KIPP se-Malang Raya setelah pemantauannya pada 9 April 2009 merumuskan beberapa catatan yang menunjukkan ketidaksiapan KPU se-Malang Raya. Beberapa ketidaksiapan memunculkan dampak negatif yang signifikan terhadap partisipasi pemilih. Catatan KIPP se-Malang Raya atas penyelenggaraan Pemilu di Malang Raya antara lain:
1. KPU Kota Malang dan KPU Kabupaten Malang menunjukkan ketidaksiapannya untuk memfasilitasi pemantau. KPU Kota Malang dan KPU Kabupaten Malang justru terlihat mempersulit KIPP Kota Malang dan KIPP Kabupaten Malang melalui birokrasi yang berbelit. Salah satu contoh ketidaksiapan KPU Kota Malang dan Kabupaten Malang adalah dengan tidak bersedia mengeluarkan tanda pengenal pemantau bagi KIPP Kota Malang dan Kabupaten Malang. Padahal Pasal 235 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu mengatur bahwa tanda pengenal pemantau dikeluarkan oleh KPU. KPU Kota Malang justru meminta KIPP Kota Malang untuk membuat sendiri tanda pengenal pemantau. KPU Kota Malang tampaknya lupa terhadap kewajiban yang telah diamanatkan oleh undang-undang.
2. KIPP se-Malang Raya pada dua bulan sebelum Pemilu pernah merilis hasil survei terhadap pemilih pemula yang menunjukkan bahwa potensi golput masih cukup tinggi. Dan ternyata pada hari H potensi golput tersebut benar-benar menjadi kenyataan. Pemantauan KIPP se-Malang Raya menunjukkan bahwa hampir 50% dari pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak menggunakan haknya. Sebagai contoh adalah di TPS 02, Desa Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Di TPS tersebut tingkat golput mencapai 46%. Di TPS 03 Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 45,02%. Di TPS 42, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 55,10%. Di TPS 13, Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 49,47%. Data ini menunjukkan KPU se-Malang Raya pada hari H benar-benar memetik buah dari buruknya sosialisasi yang mereka lakukan sebelum pemilu. Dengan tingkat golput yang sedemikian tinggi, legislator-legislator kita nantinya adalah legislator-legislator yang berlegitimasi rendah.
3. Pada hari H kekhawatiran KIPP se-Malang Raya bahwa DPT masih akan menjadi masalah kronis dalam penyelenggaraan pemilu kali ini benar-benar menjadi kenyataan. Tingkat transparansi DPT terhadap pemilih di Malang Raya sungguh buruk. Hampir seluruh TPS di Malang Raya tidak menempelkan DPT di TPS agar dapat dilihat oleh masyarakat. Padahal KPPS wajib menempelkan DPT di TPS agar masyarakat mengetahui apakah mereka benar-benar terdaftar atau tidak. Ditempelnya TPS juga berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kemungkinan pemilih ganda ataupun pemilih yang seharusnya tidak berhak. Petugas KPPS di TPS-TPS yang dipantau oleh KIPP beralasan bahwa KPU hanya memberikan satu salinan DPT.
Selain itu KIPP menemukan bahwa masih ada warga yang seharusnya memiliki hak untuk memilih namun tidak terdaftar di DPT. Padahal pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) lalu mereka terdaftar di DPT. Di Dusun Kendal, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, RT 04, RW 09, KIPP menemukan satu keluarga yang tidak tercantum dalam DPT padahal pada Pilgub lalu mereka tercatat sebagai pemilih. Selain itu KIPP mendapatkan laporan bahwa tedapat sekitar 20 orang di Dusun Sentong, Desa Rembun, Kecamatan Dampit yang tidak terdaftar di DPT padahal pada Pilgub lalu mereka masih terdaftar di DPT. Bukti ini menunjukkan bahwa pendataan KPU di Malang Raya sangat buruk dan berakibat fatal dengan mengorbankan hak pilih warga negara.
4. Pada hari H KIPP se-Malang Raya juga menemukan buruknya manajemen pelaksanaan pemungutan suara di KPPS. Buruknya manajemen pelaksanaan pemungutan suara bisa disebabkan oleh buruknya sosialisasi KPU tentang aturan pelaksanaan pemungutan suara terhadap KPPS. KIPP se-Malang Raya menemukan beberapa keganjilan dalam pelaksanaan pemungutan maupun penghitungan suara oleh KPPS. Data yang didapat KIPP se-Malang Raya antara lain sebagai berikut:
- Di TPS 03, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, KIPP menemukan bahwa TPS dibuat di halaman rumah kosong dan tempat duduk antrian pemilih ditempatkan di dekat kaca jendela rumah yang dipenuhi oleh tempelan stiker caleg Agus Suryanto dan Teguh Puji Wahyono dari Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dan Wahyu Agus Ariadi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
- Di TPS 05, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, KIPP menemukan salah satu pemilih tidak dapat melaksanakan hak pilih di TPS karena sakit sehingga petugas KPPS melakukan pemungutan suara di rumah pemilih. Namun pencontrengan kertas suara tidak dilakukan oleh pemilih. Pencontrengan malah diwakilkan oleh kerabat pemilih.
- Masih di TPS 05, KIPP menemukan posisi bilik suara yang tidak memenuhi asas kerahasiaan dimana bilik suara ditempatkan di depan pintu masuk rumah yang menghubungkan ke tempat diletakkannya konsumsi petugas KPPS. Hal ini mengakibatkan petugas KIPP yang hilir mudik dapat melihat pilihan yang diberikan oleh pemilih.
- KIPP menemukan buruknya pemahaman petugas KPPS terhadap aturan yang menentukan sahnya suara. Di beberapa TPS petugas KPPS menyatakan tidak sah bagi kertas suara yang dicontreng tanpa ujung pangkal ( ⁄ ), kertas suara yang dicontreng dua kali yaitu pada kolom nama caleg dan partai, dan kertas suara yang tercoblos. Padahal KPU telah menyatakan bahwa jenis-jenis penandaan seperti itu tetap dinyatakan sah. Temuan ini kembali menunjukkan buruknya sosialisasi aturan dari KPU terhadap KPPS.
Temuan dan data-data yang telah diuraikan tersebut menunjukkan bahwa Pemilu 2009 benar-benar dilaksanakan dengan penuh ketidaksiapan. Tuntutan KIPP se-Malang pada melalui press release dua hari sebelum pemilu bahwa KPU se-Malang Raya harus memperbaiki kinerjanya pada hari H ternyata tidak diindahkan. Pada akhirnya analisa dan kekhawatiran KIPP se-Malang Raya benar-benar menjadi kenyataan. Buruknya manajemen pelaksanaan pemilu pada hari H mencerminkan efek domino dari ketidaksiapan KPU se-Malang Raya sejak awal persiapan Pemilu. Sungguh fatal, ketidakmauan KPU mendengarkan kritik harus dibayar mahal oleh rakyat.
Malang, 10 April 2009
Sigit Nurhadi Siswo Suwarjono Felik Sad Windu
Ketua KIPP Kota Malang Ketua KIPP Kab.Malang Ketua KIPP Kota Batu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar