Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin menunjukkan kesemrawutan pelaksanaan Pemilu akibat ketidaksiapan KPU. Efek domino yang muncul akibat ketidaksiapan pelaksanaan Pemilu ditangani oleh KPU dengan prinsip “menyelesaikan masalah dengan masalah”. Masalah pada hari H Pemilu yang ditangani KPU secara serampangan adalah masalah tertukarnya surat suara antar daerah pemilihan (dapil).
Selain tertukarnya surat suara di TPS 44, Bandungrejosari Janti, Sukun dan di TPS 49, Kota Lama, Kedungkandang, KIPP juga mendapat kabar tertukarnya surat suara terjadi pula di TPS 23, Kelurahan Jatimulyo, Lowokwaru. Ketika terjadi surat suara antar dapil tertukar seharusnya KPU Kota Malang menginstruksikan kepada KPPS untuk menghentikan pemungutan suara sesegera mungkin. Namun KPU Kota Malang lamban mengantisipasi kejadian tersebut.
Tertukarnya surat suara antar dapil tersebut menunjukkan ketidaksiapan KPU Kota Malang dalam menyelenggarakan pemilu. Ironisnya, “dosa” ketidaksiapan KPU Kota Malang tersebut justru terhapuskan melalui Surat Edaran KPU Pusat No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009. Dengan adanya Surat Edaran tersebut surat suara di TPS yang tertukar dari dapil lain tetap disahkan dan dihitung sebagai suara partai.
Setelah melakukan kajian terhadap Surat Edaran dari KPU tersebut, KIPP Kota Malang mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 merupakan bentuk pembenaran atas ketidaksiapan KPU di daerah, khususnya KPU Kota Malang. Bukannya dibenahi, ketidaksiapan KPU Kota Malang seolah-olah diberi legitimasi melalui “payung hukum” surat edaran.
2.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 telah mencederai hak konstitusional warga negara untuk memilih maupun dipilih. Walaupun surat suara tersebut kemudian dihitung sebagai suara partai, namun surat edaran tersebut telah menghilangkan kesempatan seorang caleg untuk dipilih oleh konstituennya ataupun keinginan seorang warga negara untuk memilih wakilnya secara langsung.
3.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 tidak dapat mengatur substansi yang seharusnya diatur dalam undang-undang. Surat edaran hanya dapat mengatur hal-hal teknis dari yang sebelumnya telah diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka KIPP Kota Malang mengambil sikap sebagai berikut:
1.Menolak segala bentuk legitimasi atas ketidaksiapan KPU Kota Malang dalam menyelenggarakan pemilu. KPU Kota Malang seharusnya lebih sigap dalam mengantisipasi berbagai efek domino ketidaksiapan penyelenggaraan Pemilu.
2.Menuntut KPU menarik kembali Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 karena surat edaran tersebut telah mencederai hak konstitusional warga negara.
3.Menuntut KPU Kota Malang untuk menyelenggarakan Pemilu lanjutan bagi TPS-TPS yang surat suaranya tertukar, sebagaimana diatur dalam Pasal 228 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.
Demikian analisa dan sikap KIPP Kota Malang. Semoga KPU dan KPU Kota Malang segera membenahi kualitas kerjanya sehingga kesemrawutan Pemilu tidak terulang lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) bulan Juli nanti.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar