Kamis, 30 April 2009
Suara Ali Maschan Diusik
Terkait dugaan penggelembungan suara tersebut, Crisis Centre KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) Kabupaten Malang, dalam laporannya ke panwaslu mengusik perolehan suara Ali Maschan Moesa, Caleg DPR RI dari PKB.
Menurut Ketua Crisis Centre KIPP Malang Raya, M Roul, kemenangan mantan pasangan Soenarjo yang gagal memenangi Pilgub Jatim ini, sangat tidak wajar.
KIPP menemukan dugaan manipulasi suara oleh petugas KPPS dan PPK untuk kemenangan Pak Ali.
�Kami menemukan ketidakberesan kemenangan yang diperoleh oleh partai nomor 13 dengan caleg nomor urut satu,� katanya, kemarin.
Pihaknya menengarai ada permainan manipulasi suara oleh oknum penyelenggara pemilu secara sistematis hingga suara caleg dan partai selalu berubah di setiap tingkatan.
Atas temuan itu, kemarin Roul mendatangi kantor panwaslu dengan didampingi Ketua KIPP Malang. Nurhadi, membawa segebok bukti terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh struktur PKB untuk kemenangan Ali Maschan.
Sementara, Mohamad Wahyudi, salah satu anggota Panwaslu Kabupaten Malang, mengaku masih belum bisa memberikan penjelasan terkait laporan KIPP tersebut.
�Tunggu dulu, Mas. Kami masih akan pelajari dulu, karena laporan KIPP masih banyak yang harus kita cros cek dengan data milik panwas,� tegas dia. (han,mai)
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=15903
Pemantau Temukan Indikasi Penggelembungan Suara Partai
TEMPO Interaktif, Malang: Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Malang menemukan adanya indikasi penggelembungan perolehan suara hasil pemilu legislatif 2009 pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk kursi DPR RI.
"Ada selisih antara hasil rekapitulasi di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan hasil di tingkat Panitia Pemungutan Kecamatan (PPK)," kata Koordinator Crisis Center KIPP Malang Raya, Mohammad Raoul, Senin (27/4)
Berdasarkan data yang diperoleh KIPP, penggelembungan suara PKB untuk DPR ini terjadi di sembilan kecamatan, yakni Kecamatan Karangploso (40 persen), Kalipare (36 persen), Ngajum (82 persen), Sumbermanjing (41 persen), Jabung (68 persen), Pakis (70 persen), Singosari (41 persen), Bululawang (26 persen), dan Pujon (19 persen).
Di Karangploso, misalnya, berdasarkan hasil penghitungan di tingkat PPS, perolehan suara PKB untuk DPR RI hanya 2.526 suara, tetapi di tingkat PPK perolehan suaranya berubah menjadi 4.198 suara atau terjadi penggelembungan sebanyak 40 persen.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Kabupaten Malang, Sanusi, mengaku belum tahu temuan KIPP tersebut. Menurut dia, bila terjadi penggelembungan suara di PKB, tentu bukan tindakan DPC PKB Kabupaten Malang.
"Tidak mungkin PKB melakukan itu. Penggelembungan suara mungkin terjadi karena kesalahan penghitungan oleh petugas KPPS, PPS, PPK atau KPU. Atau, bisa jadi juga ada petugas yang main-main," katanya.
Selain penggelembungan suara, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Malang menuduh KPUD Kabupaten Malang telah mengubah hasil penghitungan suara seorang calon anggota legislatif. Ini dilakukan KPUD saat melakukan penghitungan suara yang tidak melibatkan saksi dan Panwaslu.
"Hasil penghitungan suara yang dikirimkan KPUD ke KPU Provinsi Jawa Timur berbeda dengan hasil penghitungan suara Panitia Pengawas Kecamatan (PPK). Ini merugikan sejumlah caleg," ujar anggota Panwaslu Kabupaten Malang M Wahyudi.
Menurut Wahyudi, bukti yang diterima Panwaslu adalah suara caleg nomor urut dua dari daftar pemilihan V Cucuk Sumartono dari Partai Gerindra. Saat penghitungan suara di PPK, Cucuk mendapatkan 1.519 suara, dan jumlah suara itu sama dengan caleg dari dapil yang sama, nomor urut satu Indahwati, yang juga dari Partai Gerindra.
Namun, saat jumlah suara dikirim ke KPU Jatim, suara yang didapat Cucuk menyusut 30 suara, sedangkan suara Indawati bertambah menjadi 1.549 suara.
BIBIN BINTARIADI
http://tempointeraktif.com/share/?act=TmV3cw==&type=UHJpbnQ=&media=bmV3cw==&y=JEdMT0JBTFNbeV0=&m=JEdMT0JBTFNbbV0=&d=JEdMT0JBTFNbZF0=&id=MTcyOTQy
Minggu, 12 April 2009
PRESS RELEASE KOMITE INDEPENDEN PEMANTAU PEMILU (KIPP) KOTA MALANG: KPU HARUS ADAKAN PEMILU LANJUTAN !
Selain tertukarnya surat suara di TPS 44, Bandungrejosari Janti, Sukun dan di TPS 49, Kota Lama, Kedungkandang, KIPP juga mendapat kabar tertukarnya surat suara terjadi pula di TPS 23, Kelurahan Jatimulyo, Lowokwaru. Ketika terjadi surat suara antar dapil tertukar seharusnya KPU Kota Malang menginstruksikan kepada KPPS untuk menghentikan pemungutan suara sesegera mungkin. Namun KPU Kota Malang lamban mengantisipasi kejadian tersebut.
Tertukarnya surat suara antar dapil tersebut menunjukkan ketidaksiapan KPU Kota Malang dalam menyelenggarakan pemilu. Ironisnya, “dosa” ketidaksiapan KPU Kota Malang tersebut justru terhapuskan melalui Surat Edaran KPU Pusat No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009. Dengan adanya Surat Edaran tersebut surat suara di TPS yang tertukar dari dapil lain tetap disahkan dan dihitung sebagai suara partai.
Setelah melakukan kajian terhadap Surat Edaran dari KPU tersebut, KIPP Kota Malang mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 merupakan bentuk pembenaran atas ketidaksiapan KPU di daerah, khususnya KPU Kota Malang. Bukannya dibenahi, ketidaksiapan KPU Kota Malang seolah-olah diberi legitimasi melalui “payung hukum” surat edaran.
2.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 telah mencederai hak konstitusional warga negara untuk memilih maupun dipilih. Walaupun surat suara tersebut kemudian dihitung sebagai suara partai, namun surat edaran tersebut telah menghilangkan kesempatan seorang caleg untuk dipilih oleh konstituennya ataupun keinginan seorang warga negara untuk memilih wakilnya secara langsung.
3.Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 tidak dapat mengatur substansi yang seharusnya diatur dalam undang-undang. Surat edaran hanya dapat mengatur hal-hal teknis dari yang sebelumnya telah diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan kesimpulan tersebut maka KIPP Kota Malang mengambil sikap sebagai berikut:
1.Menolak segala bentuk legitimasi atas ketidaksiapan KPU Kota Malang dalam menyelenggarakan pemilu. KPU Kota Malang seharusnya lebih sigap dalam mengantisipasi berbagai efek domino ketidaksiapan penyelenggaraan Pemilu.
2.Menuntut KPU menarik kembali Surat Edaran No.676/KPU/IV/2009 tertanggal 9 April 2009 karena surat edaran tersebut telah mencederai hak konstitusional warga negara.
3.Menuntut KPU Kota Malang untuk menyelenggarakan Pemilu lanjutan bagi TPS-TPS yang surat suaranya tertukar, sebagaimana diatur dalam Pasal 228 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.
Demikian analisa dan sikap KIPP Kota Malang. Semoga KPU dan KPU Kota Malang segera membenahi kualitas kerjanya sehingga kesemrawutan Pemilu tidak terulang lagi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) bulan Juli nanti.
Jumat, 10 April 2009
KIPP: KPU Melakukan Pelanggaran HAM
Sondakh menyatakan, KPU telah melakukan pelanggaran HAM. “Hak memilih dan dipilih itu kan hak dasar demokrasi. Jika hilangnya hak itu disebabkan oleh DPT, maka KPU itu pelanggar HAM,” jelasnya.
Gugatan yang diajukan KIPP ini berdasar hasil survei yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Sekjen KIPP Jojo Rohi menyatakan, KIPP telah menurunkan 10.000 relawan yang diterjunkan di 33 provinsi dan 424 kabupaten atau kota. “Berdasar laporan sementara lewat via telepon, jumlah masyarakat yang tidak terdaftar DPT sangat besar,” katanya.
Ia menilai, KPU selama ini hanya menganggap masalah DPT itu teknis saja ternyata menjadi masalah substansial. “Kami curiga kesalahan ini dilakukan by design karena ada kepentingan untuk memenangkan partai tertentu,” jelasnya.
KIPP akan mengadukan ke Bawaslu dan mendesak mereka membentuk badan kehormatan karena kesalahan DPT ini harus mendapat perhatian.
Menanggapi hal ini, koordinator Penanganan Pelanggaran Bawaslu, Nunung Wirdyaningsih, mengatakan, belum ada pengaduan KIPP menyangkut hal ini. “Kita pasti tindak lanjuti bila ada bukti yang kuat,” katanya. mys/kcm
http://www.surya.co.id/2009/04/10/kipp-kpu-melakukan-pelanggaran-ham/
KPUD Terancam Di-Class Action, KIPP : KPU Tidak Siap Gelar Pemilu
PAN secara nyata terlambat sehari menyerahkan rekening dana kampanye. Namun KPUD tidak memberi sanksi. Buntut kasus itu, Forum Peduli Pemilu Bersih Kabupaten Malang bakal melakukan class action pada KPUD Kabupaten Malang.
“KPUD tidak serius sebagai penyelenggara pileg. Mengapa KPUD tidak mencoret PAN sehingga tetap ikut pileg? Ada apa ini semua?” kata Kuasa hukum Forum Peduli Pemilu Bersih Kabupaten Malang, Darmadi SH, Jumat (10/4).
Rencananya, class action ini akan daftarkan ke Pengadilan Negeri minggu depan.
Ketua Panwas Kabupaten Malang, Ali Wahyudin SH, mengatakan, Panwas sudah mengirim surat ke KPUD terkait kasus tersebut. Namun surat Panwas tidak dibalas KPUD. “Panwas juga sudah melaporkan ke Bawaslu, dengan harapan agar dilanjutkan ke KPU pusat,” ujar Ali.
Menanggapi hal itu, Nahrowi, Ketua KPUD Kabupaten Malang, balik menantang. Menurutnya, semua yang dilakukan KPUD sudah prosedural. “Silahkan mau menggugat. Itu malah bagus. Kami akan menunggunya,” ujar Nahrowi, Jumat (10/4).
Sebelumnya, KPUD mengundang semua parpol yang jadi peserta pemilu. KPUD menyatakan akan mencoret parpol yang terlambat menyetorkan rekening dana kampanye. PAN baru menyetorkan rekening dana kampanye, Selasa (10/3) siang. Ternyata, rekening PAN tetap diterima meski terlambat sehari.
Sementara Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) se Malang Raya mengatakan KPU tidak siap menggelar pileg. Dari pantauannya selama pileg, banyak dampak negatif dati ketidaksiapan itu.
Ketua KIPP Kota Malang, Sigit Nurhadi dalam siaran persnya mengatakan dampak tersebut antara lain, akibat kurangnya sosialisasi angka golput sangat tinggi, termasuk juga warga yang tidak terdaftar di DPT, serta surat suara yang tertukar. “Buruknya manajemen pelaksanaan pileg ini mencerminkan efek domino dari ketidak siapan KPU se Malang Raya,” tegasnya.st12
http://www.surya.co.id/2009/04/11/kpud-terancam-di-class-action-kipp-kpu-tidak-siap-gelar-pemilu/
KIPP Hitung Golput 50 Persen
Sigit Nurhadi, ketua KIPP Kota Malang, mencontohkan TPS 02 Desa Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Tingkat golput mencapai 46 persen. Di TPS 03 Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 45,02 persen. Di TPS 42 Kelurahan Bunulrejo, Blimbing, angka golput menembus 55,10 persen. Termasuk di TPS 13 Kelurahan Blimbing, tingkat golput adalah 49,47 persen.
''Jadi memang partisipasi masyarakat rendah. Ini seperti yang kami prediksi,'' ungkap Sigit kepada **********Radar kemarin (10/4).
Menurut Sigit, golput yang tinggi itu terjadi karena tingkat sosialisasi masih rendah. Dengan kerumitan pencontrengan plus jumlah caleg yang banyak, pemilih tidak cukup mengerti hanya dengan sosialisasi dari tetangganya. Semestinya, harus ada upaya masif untuk mendidik masyarakat agar paham dengan teknis mencentang.
Persoalan DPT juga menjadi penyebab tingginya angka golput. Proses penyusunan DPT membuat banyak warga masyarakat yang tidak terdaftar. Padahal, mereka masuk DPS (daftar pemilih sementara). Selain itu, banyak nama dalam DPT yang dobel sehingga mengurangi porsi pemilih riil. Termasuk nama-nama yang tidak berhak. ''Angka DPT sepertinya besar. Tetapi, yang tidak riil bisa jadi banyak sekali,'' sesalnya.
Hal-hal yang terkait dengan buruknya manajemen pelaksanaan pemungutan suara juga menjadi temuan KIPP. DI TPS 03 Ketawanggede, Lowokwaru, Kota Malang, misalnya, banyak ditemukan stiker caleg di lokasi pembangunan TPS. Letak stiker-stiker itu pas menghadap deretan pemilih yang tengah antre. ''KPU harus berbenah,'' saran Sigit. (yos/jpnn/end)
http://www.jawapos.com/halaman/index.php?act=detail&nid=62844
PRESS RELEASE KOMITE INDEPENDEN PEMANTAU PEMILU (KIPP) SE-MALANG RAYA PEMILU 2009 = BUKTI NYATA KETIDAKSIAPAN KPU
Pemilu 2009 telah selesai dilaksanakan. Pesta demokrasi lima tahun sekali ini tinggal menunggu hasilnya. Walaupun secara sekilas penyelenggaraan pemilu terlihat lancar, namun KIPP se-Malang Raya memiliki beberapa catatan atas penyelenggaraan pemilu di Malang Raya. Inti dari catatan KIPP se-Malang Raya adalah bahwa KPU se-Malang Raya ternyata tidak siap menyelenggarakan Pemilu pada 9 April 2009 sehingga memunculkan banyak kejanggalan di lapangan. Hal ini sungguh ironis karena satu hari sebelum Pemilu Ketua KPU Pusat, Abdul Hafiz Anshary, mengatakan bahwa persiapan Pemilu sudah tuntas. Entah logika apa yang dipakai penyelenggara pemilu di negara ini sehingga mereka menganggap semuanya baik-baik saja. Kenyataan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya.
KIPP se-Malang Raya setelah pemantauannya pada 9 April 2009 merumuskan beberapa catatan yang menunjukkan ketidaksiapan KPU se-Malang Raya. Beberapa ketidaksiapan memunculkan dampak negatif yang signifikan terhadap partisipasi pemilih. Catatan KIPP se-Malang Raya atas penyelenggaraan Pemilu di Malang Raya antara lain:
1. KPU Kota Malang dan KPU Kabupaten Malang menunjukkan ketidaksiapannya untuk memfasilitasi pemantau. KPU Kota Malang dan KPU Kabupaten Malang justru terlihat mempersulit KIPP Kota Malang dan KIPP Kabupaten Malang melalui birokrasi yang berbelit. Salah satu contoh ketidaksiapan KPU Kota Malang dan Kabupaten Malang adalah dengan tidak bersedia mengeluarkan tanda pengenal pemantau bagi KIPP Kota Malang dan Kabupaten Malang. Padahal Pasal 235 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu mengatur bahwa tanda pengenal pemantau dikeluarkan oleh KPU. KPU Kota Malang justru meminta KIPP Kota Malang untuk membuat sendiri tanda pengenal pemantau. KPU Kota Malang tampaknya lupa terhadap kewajiban yang telah diamanatkan oleh undang-undang.
2. KIPP se-Malang Raya pada dua bulan sebelum Pemilu pernah merilis hasil survei terhadap pemilih pemula yang menunjukkan bahwa potensi golput masih cukup tinggi. Dan ternyata pada hari H potensi golput tersebut benar-benar menjadi kenyataan. Pemantauan KIPP se-Malang Raya menunjukkan bahwa hampir 50% dari pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak menggunakan haknya. Sebagai contoh adalah di TPS 02, Desa Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Di TPS tersebut tingkat golput mencapai 46%. Di TPS 03 Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 45,02%. Di TPS 42, Kelurahan Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 55,10%. Di TPS 13, Kelurahan Blimbing, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, tingkat golput mencapai 49,47%. Data ini menunjukkan KPU se-Malang Raya pada hari H benar-benar memetik buah dari buruknya sosialisasi yang mereka lakukan sebelum pemilu. Dengan tingkat golput yang sedemikian tinggi, legislator-legislator kita nantinya adalah legislator-legislator yang berlegitimasi rendah.
3. Pada hari H kekhawatiran KIPP se-Malang Raya bahwa DPT masih akan menjadi masalah kronis dalam penyelenggaraan pemilu kali ini benar-benar menjadi kenyataan. Tingkat transparansi DPT terhadap pemilih di Malang Raya sungguh buruk. Hampir seluruh TPS di Malang Raya tidak menempelkan DPT di TPS agar dapat dilihat oleh masyarakat. Padahal KPPS wajib menempelkan DPT di TPS agar masyarakat mengetahui apakah mereka benar-benar terdaftar atau tidak. Ditempelnya TPS juga berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kemungkinan pemilih ganda ataupun pemilih yang seharusnya tidak berhak. Petugas KPPS di TPS-TPS yang dipantau oleh KIPP beralasan bahwa KPU hanya memberikan satu salinan DPT.
Selain itu KIPP menemukan bahwa masih ada warga yang seharusnya memiliki hak untuk memilih namun tidak terdaftar di DPT. Padahal pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) lalu mereka terdaftar di DPT. Di Dusun Kendal, Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, RT 04, RW 09, KIPP menemukan satu keluarga yang tidak tercantum dalam DPT padahal pada Pilgub lalu mereka tercatat sebagai pemilih. Selain itu KIPP mendapatkan laporan bahwa tedapat sekitar 20 orang di Dusun Sentong, Desa Rembun, Kecamatan Dampit yang tidak terdaftar di DPT padahal pada Pilgub lalu mereka masih terdaftar di DPT. Bukti ini menunjukkan bahwa pendataan KPU di Malang Raya sangat buruk dan berakibat fatal dengan mengorbankan hak pilih warga negara.
4. Pada hari H KIPP se-Malang Raya juga menemukan buruknya manajemen pelaksanaan pemungutan suara di KPPS. Buruknya manajemen pelaksanaan pemungutan suara bisa disebabkan oleh buruknya sosialisasi KPU tentang aturan pelaksanaan pemungutan suara terhadap KPPS. KIPP se-Malang Raya menemukan beberapa keganjilan dalam pelaksanaan pemungutan maupun penghitungan suara oleh KPPS. Data yang didapat KIPP se-Malang Raya antara lain sebagai berikut:
- Di TPS 03, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, KIPP menemukan bahwa TPS dibuat di halaman rumah kosong dan tempat duduk antrian pemilih ditempatkan di dekat kaca jendela rumah yang dipenuhi oleh tempelan stiker caleg Agus Suryanto dan Teguh Puji Wahyono dari Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dan Wahyu Agus Ariadi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
- Di TPS 05, Kelurahan Ketawanggede, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, KIPP menemukan salah satu pemilih tidak dapat melaksanakan hak pilih di TPS karena sakit sehingga petugas KPPS melakukan pemungutan suara di rumah pemilih. Namun pencontrengan kertas suara tidak dilakukan oleh pemilih. Pencontrengan malah diwakilkan oleh kerabat pemilih.
- Masih di TPS 05, KIPP menemukan posisi bilik suara yang tidak memenuhi asas kerahasiaan dimana bilik suara ditempatkan di depan pintu masuk rumah yang menghubungkan ke tempat diletakkannya konsumsi petugas KPPS. Hal ini mengakibatkan petugas KIPP yang hilir mudik dapat melihat pilihan yang diberikan oleh pemilih.
- KIPP menemukan buruknya pemahaman petugas KPPS terhadap aturan yang menentukan sahnya suara. Di beberapa TPS petugas KPPS menyatakan tidak sah bagi kertas suara yang dicontreng tanpa ujung pangkal ( ⁄ ), kertas suara yang dicontreng dua kali yaitu pada kolom nama caleg dan partai, dan kertas suara yang tercoblos. Padahal KPU telah menyatakan bahwa jenis-jenis penandaan seperti itu tetap dinyatakan sah. Temuan ini kembali menunjukkan buruknya sosialisasi aturan dari KPU terhadap KPPS.
Temuan dan data-data yang telah diuraikan tersebut menunjukkan bahwa Pemilu 2009 benar-benar dilaksanakan dengan penuh ketidaksiapan. Tuntutan KIPP se-Malang pada melalui press release dua hari sebelum pemilu bahwa KPU se-Malang Raya harus memperbaiki kinerjanya pada hari H ternyata tidak diindahkan. Pada akhirnya analisa dan kekhawatiran KIPP se-Malang Raya benar-benar menjadi kenyataan. Buruknya manajemen pelaksanaan pemilu pada hari H mencerminkan efek domino dari ketidaksiapan KPU se-Malang Raya sejak awal persiapan Pemilu. Sungguh fatal, ketidakmauan KPU mendengarkan kritik harus dibayar mahal oleh rakyat.
Malang, 10 April 2009
Sigit Nurhadi Siswo Suwarjono Felik Sad Windu
Ketua KIPP Kota Malang Ketua KIPP Kab.Malang Ketua KIPP Kota Batu
Selasa, 07 April 2009
SIKAP POLITIK KOMITE INDEPENDEN PEMANTAU PEMILU se-MALANG RAYA (KIPP KOTA MALANG, KIPP KABUPATEN MALANG, KIPP KOTA BATU): “WASPADAI PEMILU CURANG!”
Awal ketidaksiapan penyelenggara pemilu telah dimulai dengan minimnya sosialisasi terhadap pemilih. KIPP se-Malang Raya 2 bulan lalu berdasarkan hasil surveinya telah memberikan gambaran bahwa minimnya sosialisasi dapat berbanding lurus terhadap partisipasi pemilih pada hari pemilihan. Namun apologi yang muncul selama ini adalah minimnya dana bagi KPU di daerah untuk melakukan sosialisasi. Padahal sosialisasi pemilu adalah tahapan awal yang vital dalam menentukan kesuksesan pemilu dari perspektif partisipasi. Hal ini membuktikan bahwa penyelenggara pemilu sejak awal tidak siap melaksanakan tugasnya secara total. Ketidaksiapan penyelenggara pemilu sejak awal dapat menjadi pemicu efek domino yang lebih besar pada hari H hingga ke tingkatan KPPS.
Masalah besar lain yang dicemaskan oleh KIPP se-Malang Raya adalah ketidakakuratan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berpotensi menjadi penggelembungan suara. Pemilihan Gubernur Jawa Timur telah menjadi preseden bahwa DPT menjadi titik kecurangan paling rawan. KIPP se-Malang Raya mengindikasikan bahwa potensi kecurangan melalui DPT tetap ada pada 9 April 2009 nanti.
Masalah klasik lain yang diindikasikan akan tetap terulang pada pemilu kali ini adalah politik uang (money politic) dalam berbagai variannya. Sistem penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak turut menjadi stimulus digunakannya metode politik uang dalam memenangkan persaingan di antara para calon anggota legislatif. Masih digunakannya metode politik uang membuktikan bahwa ketidaksiapan mensukseskan pemilu bukan hanya muncul dari penyelenggara pemilu namun juga dari sisi partai politik bermodal besar.
KIPP se-Malang Raya mewaspadai potensi konflik yang terjadi pada hari H maupun pasca pemungutan suara. Potensi konflik tersebut dapat muncul sebagai akibat akumulasi kekecewaan terhadap ketidaksiapan penyelenggaraan pemilu maupun akibat kecurangan-kecurangan di lapangan. Selain itu mental siap menang tidak siap kalah turut menjadi sumber konflik di antara peserta pemilu.
Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, KIPP se-Malang Raya mengambil sikap politik sebagai berikut:
1. Menuntut perbaikan kinerja penyelenggara pemilu di Malang Raya pada hari H pemungutan suara. Perbaikan kinerja harus dilakukan untuk menekan potensi kekacauan pada hari H pemungutan suara.
2. Mengingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai penggelembungan suara dalam bentuk apa pun di wilayah masing-masing. Titik rawan yang menjadi pintu masuk bagi penggelembungan suara tersebut adalah DPT.
3. Menyatakan perang terhadap segala bentuk politik uang yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak siap berdemokrasi.
4. Mengingatkan kepada setiap pihak untuk mewaspadai potensi konflik yang muncul akibat akumulasi kekecewaan terhadap ketidaksiapan pemilu dan juga kecurangan-kecurangan.
Sebagai tindak lanjut terhadap masalah-masalah tersebut, KIPP se-Malang Raya membentuk Crisis Center sebagai saluran bagi setiap orang yang peduli kepada demokrasi untuk melaporkan segala bentuk temuan pelanggaran atau kecurangan pada hari H nanti. Crisis Center tersebut dibuka sejak hari H hingga penetapan hasil akhir pemilu.
Malang, 8 April 2009
Sigit Nurhadi Siswo Suwarjono Felik Sad Windu
Ketua KIPP Kota Malang Ketua KIPP Kab.Malang Ketua KIPP Kota Batu