Anggota KPU Andi Nurpati kemarin (22/1) di kantornya menegaskan, kebijakan itu diambil untuk memastikan bahwa partai benar-benar memberikan jatah satu kursi dari tiga kursi yang didapat untuk perempuan.
''Jadi, bila sebuah partai mendapat tiga kursi dengan tiga caleg lelaki mendapat suara terbanyak, caleg suara terbanyak ketiga harus memberikan kursinya ke perempuan. Penentuan perempuan diambil dari caleg perempuan yang memperoleh suara terbanyak,'' katanya.
Sampai saat ini kebijakan tersebut memang belum memiliki dasar hukum yang kuat. Sebelumnya, aturan itu sudah diajukan sebagai perppu untuk payung hukumnya. Namun, sampai sekarang perppu itu belum juga keluar.
Meski begitu, Andi memastikan KPU tetap akan memberlakukan peraturan tersebut kendati perppu tidak dikabulkan. Sebab, peraturan KPU dianggap sudah cukup kuat. Apalagi, imbuh Andi, keputusan tersebut didasarkan pasal 55 UU 10/2008 Pemilu 2009 mengenai affrimative action atau tindakan khusus sementara.
Perempuan berkerudung itu menambahkan, peraturan tersebut tidak bertolak belakang dengan keputusan MK mengenai suara terbanyak. Peraturan KPU itu, kata Andi, masih sejalan dengan keputusan MK mengenai suara terbanyak. Sebab, MK hanya menghapus pasal 214 urut UU No 10/2008 tentang Nomor Urut. Sementara, pasal 55 mengenai affrimative action tidak dihapus.
Dia mengakui, peraturan itu rawan gugatan. Apalagi, tidak semua partai sepakat dengan ketentuan tersebut. KPU, kata Andi, siap melayani gugatan bila peraturan tersebut dianggap melanggar peraturan.
''Semangat peraturan ini kan untuk mendongkrak keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen. Kalau tidak begini, keterwakilan perempuan tak bisa mencapai itu,'' katanya. (aga/mk)
Source: www.jawapos.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar