Kamis, 22 Januari 2009

Bawaslu: KPU Minimalis

JAKARTA (Suara Karya): Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nur Hidayat Sardini mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum maksimal menjadi leading sector penyelenggara pemilihan umum.

"Memori kolektif tergambar di Pemilu 2004, dibandingkan sekarang, KPU terkesan masih minimalis," kata Nur dalam sebuah kesempatan di Jakarta, Rabu (21/1).

Contohnya, kata dia, belum maksimalnya sosialisasi sistem penandaan surat suara yang baru diberlakukan. "Kemudian tentang cara tanda contreng itu, sekali atau dua kali, itu juga belum jelas," kata Nur Hidayat.

Menurut Nur, persoalan ini terjadi karena manajemen komunikasi KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu itu belum berjalan dengan baik.

Di tempat yang sama, anggota KPU Syamsul Bahri juga mengakui bahwa komisi pemilihan di tingkat daerah masih menyimpan keraguan mengenai kesiapan penyelenggaraan pemilihan umum.

"Misalnya tentang cara penandaan suara. Walau kami sudah punya peraturan, daerah ragu karena masih ada judicial review Undang-undang Pemilu," kata Syamsul.

Syamsul mengatakan sebenarnya KPU telah minta komisi pemilihan tingkat daerah tetap menyosialisasikan pemilihan dengan payung hukum yang sekarang berlaku. Seandainya di tengah jalan nanti ada perubahan aturan, menurut Syamsul, tinggal dilakukan revisi guna menyesuaikan perubahan itu. "Cuma daerah ragu karena khawatir ada gugatan," ujarnya.

Syamsul mengatakan ada perbedaan pengertian tentang tahapan pemilu antara publik dan KPU. Menghadapi itu, komisi pemilihan harus berpegang pada tahapan pemilihan yang sudah dilakukan, bukan mengikuti perspektif publik.

Sementara itu, Koordinator Jaring Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Jeirry Sumampouw, mengatakan, KPU masih menghadapi masalah. Di antaranya penetapan jadwal pemilihan umum legislatif, dana penyelenggaraan pemilu dan Undang-undang Pemilu. "Namun, komisi tidak mungkin mengundur jadwal lebih dari April. Karena, implikasinya bisa rumit," kata Jeirry.

Implikasi jika jadwal pemilihan legislatif diundur, menurut Jeirry, jumlah daftar pemilih tetap bakal bertambah. Dengan demikian ikut menambah logistik. Itulah sebabnya, Jeirry berharap KPU bersikap tegas untuk tidak mengubah jadwal pelaksanaan pemilu.

Namun, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta jadwal pemilihan umum legislatif diundur. Semula 9 April 2009, mereka minta menjadi 15 April 2009. Alasannya beradu dengan hari besar Katolik, Kamis Suci, yang jatuh pada 4-12 April.

"Pengaruh cukup besar, terkait suasana batin, untuk beribadah, dua tugas warga negara dan warga gereja harus dihormati," kata Ketua DPRD Provinsi NTT Melkianus Adoe, di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (21/1).

Menurut dia, yang meminta pengunduran jadwal pemilu bukan hanya datang dari DPRD, melainkan pemerintah daerah setempat juga KPU Provinsi NTT. Penduduk yang memiliki hak pilih di kawasan itu mayoritas Katolik. Adoe mengatakan, permintaan itu sudah disampaikan ke KPU sejak lama.

Namun, anggota KPU Andi Nurpati mengatakan, sulit mengubah jadwal yang sudah ditetapkan. Apalagi, sampai mundur enam hari. Menurut dia, itu dapat mengganggu tahapan pemilu yang lainnya. "Solusinya, apakah teknisnya yang diperbaiki tanpa mengubah jadwal sehingga semua bisa jalan," kata Andi.

Menurut Andi, sebelumnya Provinsi Bali juga mengajukan permintaan pengunduran jadwal pemilihan. Di Pulau Dewata itu, 9 April 2009 bertepatan dengan bulan purnama yang diperingati sepuluh tahun sekali.

Untuk Bali, solusinya adalah teknis pemilihan dibuat mudah. Misalnya pemberian suara dilaksanakan menjelang ke pura atau sesudahnya.

Andi juga mengatakan, KPU akan mengadakan penghitungan cepat hasil pemilu legislatif khusus untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Penghitungan cepat ini dimaksudkan untuk menghadirkan transparansi penghitungan suara, sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi penghitungan suara secara terbuka. "Mekanismenya akan diatur lebih lanjut. Kita akan merekrut tenaga yang kompeten," katanya.

Sistem yang akan digunakan untuk penghitungan cepat ini melanjutkan dari sistem teknologi informasi yang telah tersedia pada 2004. Data sementara hasil penghitungan cepat berupa salinan rekapitulasi di panitia pemilihan kecamatan akan dikirimkan ke KPU pusat untuk dihitung.

Source : www.suarakarya-online.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar