Senin, 23 Maret 2009

Pemantau Lokal Masih Dua

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Malang baru menerima pendaftaran dua pemantau lokal untuk mengawasi pelaksanaan pemilu DPRD Kota Malang. Untuk pemantau pemilu DPRD Jatim dan DPR RI, penyelenggara pemilu ini belum menerima klarifikasi dari lembaga yang telah disahkan KPU pusat.

Ketua KPUD Kota Malang Hendry ST di kantornya kemarin mengungkapkan, dua pemantau lokal yang telah mendaftar ke KPUD adalah KIPP (Komite Independen Pemantau Pemilu) Kota Malang dan Aksara Tumapel. Kedua pemantau itu telah menyerahkan formulir pengajuan pemantauan. Hingga kemarin, jumlah pemantau lokal yang mendaftar belum bertambah. "Masih dua. Maksimal pendaftaran tidak kami tentukan. Ya kalau bisa secepatnya saja," kata lajang asal Palembang ini.

Menurutnya, KPUD akan menggelar rapat pleno untuk verifikasi kedua pemantau itu. Mana yang layak berdasarkan berbagai syarat yang ditentukan. Misalnya harus ada program pengawasan, independensinya, penjelasan sumber dana, jumlah personel, dan lokasi-lokasi yang akan menjadi sasaran pemantauan. "Kalau ada lagi, kami harap sebelum kami lakukan pleno. Paling pleno sekitar seminggu sebelum pemungutan suara," ungkap Hendry.

Khusus pemantau tingkat provinsi dan tingkat nasional, pihaknya menunggu tembusan daftar pemantau dari KPU Jatim dan KPU pusat. Dari situ, nantinya KPUD akan memberikan pengantar untuk pemantauan di TPS-TPS. Sehingga kerja pemantau bisa lebih leluasa dan tidak ditolak oleh KPPS (kelompok panitia pemungutan suara). "Kami juga belum tahu berapa pemantau asing yang nanti masuk ke Malang. Belum ada pemberitahuan," katanya. (yos/war)

http://202.158.49.30/radar/index.php?act=detail&rid=73782

Kamis, 05 Maret 2009

Perpu DPT Tak Selamatkan Hak Konstitusional Warga Negara

Jakarta - Perpu No 1/2009 yang mengatur tentang perbaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dinilai tidak memiliki arti signifikan dalam menyelamatkan hak konstitusional warga negara. Perpu itu hanya ditujukan untuk mengamankan kelalaian KPU dalam menjalankan tugasnya memutakhirkan data pemilih.
"Perpu No 1/2009 tidak saja kontroversial karena belum mendapat persetujuan DPR, namun juga tidak memiliki signifikansi terhadap penyelamatan hak konstitusional warga negara," ujar Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Jakarta Raya, Said Salahudin, dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (3/3/2009).

Perpu tersebut memang hanya mengatur penambahan daftar pemilih yang telah terdaftar namun belum masuk dalam DPT. Sedangkan pemilih yang belum terdaftar tidak terakomodir.

"Padahal permasalahan mendasar dari kusutnya penyusunan daftar pemilih bukan karena persoalan rekapitulasi DPT, tetapi justru lebih disebabkan karena masih banyaknya warga masyarakat yang belum terdaftar dan/atau merasa khawatir tidak terdaftar," tandas Said.

Perpu itu, lanjut Said, terkesan hanya dijadikan sebagai payung hukum untuk menyelamatkan KPU yang lalai dalam menjalankan tugasnya memutakhirkan data pemilih dan abai terhadap hak konstitusional masyarakat. Padahal, kelalaian dan pengabaian semacam itu menurut UU haruslah berujung pada pengenaan sanksi.

"Di sini keadilan dan keberpihakan negara terhadap hak-hak warganya sama sekali tak terlihat," tegasnya. (Shohib Masykur - detikPemilu)

Diduga Lakukan Subkontrak, Panwaslu Panggil Aneka Ilmu

SEMARANG, KAMIS — Panitia Pengawas Pemilu Jawa Tengah memanggil perusahaan konsorsium pencetak surat suara PT Aneka Ilmu untuk meminta klarifikasi terkait dugaan subkontrak yang dilakukan perusahaan tersebut pada PT MNP di Kota Semarang. Proses klarifikasi berlangsung di Kantor Panwaslu Jateng di Kota Semarang, Kamis (5/3) sore.

Anggota Panwaslu Jateng Rahmulyo Adiwibowo mengungkapkan, ada 70.000 surat suara yang dicetak oleh PT MNP sejak tanggal 24 Februari lalu. General Manajer PT Aneka Ilmu Nugroho mengatakan, pencetakan surat suara tersebut hanya sebagai percobaan. Perusahaannya berencana menyewa mesin cetak dari PT MNP. Karena itu, pihaknya merasa perlu mengecek kondisi mesin dan melihat hasil cetakannya apakah sesuai atau tidak.

"Saya sudah mengajukan surat izin ke KPU Pusat. Namun hingga kini belum ada tanggapan. Karena waktunya terbatas, maka kami memulai dengan percobaan lebih dulu," kata Nugroho.

Rahmulyo mengatakan, percetakan surat suara di luar anggota konsorsium bersifat rawan. Menurutnya, tidak ada yang dapat menjamin keamanan surat suara, serta jumlah surat suara yang tercetak yang dapat melebihi kuota.

"Hasil klarifikasi ini akan kami sampaikan ke Bawaslu. Nantinya Bawaslu yang akan merekomendasikan ke KPU pusat mengenai tindak lanjutnya," kata Rahmulyo.


KOMPAS Amanda Putri Nugrahanti

http://indonesiamemilih.kompas.com/index.php/read/xml/2009/03/05/16424860/Diduga.Lakukan.Subkontrak..Panwaslu.Panggil.Aneka.Ilmu

Senin, 02 Maret 2009

82 Ribu TPS Masuk Kategori Rawan Di NAD, Tidak Ada TPS Masuk Kategori Aman

JAKARTA – Gangguan keamanan masih menghantui pelaksanaan Pemilu mendatang. Bahkan dari catatan Kementrian bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), terdapat 82.206 tempat pemungutan suara (TPS) yang masuk kategori rawan.

Pada rapat kerja Komisi I DPR dengan Kementrian jajaran Polhukam, Senin (2/3), Kapolri Bambang Hendarso Danuri mengungkapkan, jumlah TPS mengacu pada Peraturan KPU adalah 528.217 TPS. Dari jumlah itu, polri membagi dalam tiga kategori yakni kategori aman, kategori rawan I dan kategori rawan II.

Kapolri menjelaskan, TPS yang masuk kategori rawan I adalah TPS yang rawan secara geografis. “Sedangkan kategori TPS rawan II adalah TPS yang rawan gangguan keamanan,” ujarnya.

Mantan Kabareskrim mabes Polri ini merincikan, jumlah TPS rawan I sebanyak 61.705. Sedangkan TPS yang masuk kategori rawan II sebanyak 20.501. Sisanya, masuk kategori aman.

Pada kesempatan itu mantan Kapolda Sumut ini juga mengungkapkan bahwa khusus Nangroe Aceh Darussalam, tidak ada TPS yang masuk kategori aman. “Semua masuk dalam kategori kurang aman,” tandasnya.

Menurut Kapolri, saat ini Mabes Polri juga tengah menunggu keputusan KPU tentang revisi jumlah TPS. Pasalnya, jumlah TPS itu penting bagi polri dalam mempersiapkan personil untuk pengamanan pemilu.

Setiap TPS yang masuk kategori aman, katanya, akan dijaga oleh satu personil kepolisian dan dua petugas Linmas (Perlindungan Masyarakat). Sedangkan TPS yang masuk kategori Rawan I dijaga satu polisi dan dua pelindung masyarakat. “Sedangkan TPS Rawan II, diamankan dua polisi dan empat pelindung masyarakat,” paparnyua.

Pada kesempatan sama, Menkopolhukam Widodo AS memaparkan, pemerintah telah menyerahkan rencana pengamanan pemilu ke Polri. “Mabes Polri telah menyusun, melaksanakn dan mengendalikan pegamanan pemilu dalam bentuk operasi pengamanan pemilu Mantap Brata 2009,” ujarnya.

Pensiunan Laksamana ini menuturkan, kementrian jajaran polhukam telah menyiapkan berbagai antisipasi ganguan pemilu, termasuk kemungkinan adanga gangguan terror terhadap pelaksanaan pemilu.

Untuk itu, pemerintah mengerahkan personil pengamanan pemilu yang terdiri terdiri dari 1.024.376 personil Linmas, 24.260 personil TNI, serta 371.614 aparat kepolisian. Adapun pola pengamanan Pemilunya, papar Widodo, akan dilakukan secara terbuka dan tertutup, baik terhadap obyek atau lokasi untuk kegiatan Pemilu, distribusi logistic, maupun pengamanan melekat terhadap capres dan cawapres.

Pemantau Asing di Aceh

Disinggung tentang keberadaan pemantau pemilu asing di Aceh, Widodo dalam raker yang dipimpin Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga itu menjelaskan, pemerintah tidak memberikan perlakukan khusus terhadap keberadaan pemantau dari luar negeri. Keberadaan pemantau di daerah, katanya, juga bagian dari kebijakan pemerintah secara nasional.

“Pada tingkat policy, keberadan pemantau asing akan menjadi kebijakan nasional dan tidak ada kebijakan yang sifatnya lokal. Kalau dibolehkan di daerah, itu berarti keberadaannya karena ada kebijakan secara nasional. Jadi tidak ada kebijakan untuk mengkhususkan,” imbuhnya.

Sementara Dirjen Imigrasi Basyir Ahmad Barmawi mengatakan, menjelang pemilu ini tidak ada lonjakan permintaan visa masuk dari negara asing untuk memantau Pemilu di Aceh. “Belum ada peningkatan orang asing yang masuk ke Aceh. Semua pasti terpantau karena visa on arrival belum berlaku di Aceh,” mantan KAdiv Humas Mabes Polri ini.

Ditambahkannya, piha-pihak luar yang hendak masuk ke Aceh kebanyakan justru para pekerja social. “Seperti beberapa waktu lalu masuk dari Cina bareng dengan BNN (Badan Narkotika Nasional),” imbuhnya.

Lebih lanjut Basyir merincikan, untuk Februari 2009 ini jumlah WNA yang masuk ke Aceh juga tidak mengalami lonjakan. “Februari 2009 lalu ada 927 permintaan (untuk masuk ke Aceh). Ada yang kunjungan singkat, ataupun karena kerja. Tetapi sebagian besar pekerja social,” paparnya.

Lantas bagaimaan jika ada WNA yang sebenarnya dilarang masuk ke Indonesia, terutama ke Aceh mengajukan permohonan ke Imigrasi. “Kalau itu pasti kita tangkal karena kita ada jaringan dengan Polri, BIN maupun Kejaksaan Agung,” tandasnya.(ara/jpnn)

http://jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=15378

Penerapan Perppu Pemilu tanpa Persetujuan DPR

JAKARTA - Penyelenggaraan pemilu kali ini benar-benar penuh kekhawatiran. Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) sebagai payung hukum untuk penambahan DPT (daftar pemilih tetap) dan tata cara penandaan pemilu akan diberlakukan tanpa persetujuan DPR. Tanpa legitimasi wakil rakyat, penerapan perppu itu akan menjadi titik lemah yang membuka pintu gugatan pemilu.

Rapat kerja Komisi II DPR dengan pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin menyepakati DPR baru menyikapi perppu tersebut pada masa sidang berikutnya. Padahal, masa sidang itu baru dilakukan 13 April 2009, setelah pemilu legislatif. Sementara perppu digunakan dalam pemilu legislatif 9 April 2009.

"Secara substansi kami tidak ada masalah, tinggal masalah prosedural," ujar Ketua Komisi II E.E. Mangindaan, saat membuka kembali raker usai diskors, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (2/3).

Dia menambahkan, pimpinan fraksi dan komisi yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri itu, bersama pemerintah dan KPU telah sepakat memberikan persetujuan perppu tersebut pada masa sidang DPR berikutnya. Komitmen itu dituangkan dalam bentuk tanda tangan perwakilan fraksi di Komisi II. "Kami sudah berkomitmen mendukungnya. Ini hanya soal waktu," tambah politikus asal Partai Demokrat tersebut.

Sejak pertama raker yang diikuti Mendagri Mardiyanto serta anggota KPU Samsul Bahri dan Sri Nuryanti itu dibuka, hujan interupsi dari sejumlah anggota Komisi II terus mengalir. Ada yang mendukung agar perppu tersebut segera disikapi DPR di sidang paripurna hari ini. Tapi, banyak pula yang sebaliknya.

"Agak mengkhawatirkan kalau perppu ini berjalan tanpa penguatan dari DPR," ujar anggota Komisi II dari FPKS Agus Purnomo. Sebab, menurut dia, pembukaan masa sidang DPR selanjutnya pada 13 April telah melewati masa pelaksanaan pemilu legislatif pada 9 April.

"Perppu ini juga butuh jaminan politik," tambahnya. Jangan sampai, lanjut dia, hasil pemilu dipersoalkan oleh pihak yang tidak puas melalui materi substansi dari perppu tentang perubahan cara menandai dan penambahan DPT tersebut.

Anggota Komisi II dari FPG Ferry Mursyidan Baldan menambahkan, penyikapan dari DPR sebaiknya tidak perlu ditunda-tunda lagi. Apalagi, Badan Musyawarah (Bamus) DPR juga telah menugasi Komisi II untuk mengagendakannya di sidang paripurna. "Lebih cepat kan lebih baik. Kalau bisa (masa sidang) sekarang, kenapa harus ditunda?" ujarnya.

Namun, sikap para pendukung penundaan juga tidak kalah sengit. Mereka menggunakan dasar konstitusi. "Prosedur rapat ini bagaimana? Pembahasan soal perppu ini sudah jelas diatur dalam UUD 1945," tegas anggota Komisi II dari FPPP Chozin Chumaidy.

Dia mengungkap, pasal 22 ayat (2) UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa setiap perppu mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Ayat selanjutnya, ayat (3), menyatakan, jika tidak mendapat persetujuan, peraturan pemerintah itu harus dicabut. Hasil persetujuan itu adalah UU baru tentang perubahan UU sebelumnya.

Anggota Komisi II lainnya, Andi Yuliani Paris, menambahkan, persetujuan perppu untuk menjadi UU pada masa sidang berikutnya tidak akan menghalangi KPU untuk tetap bisa menggunakan perppu tersebut. "Tapi, jangan karena kepentingan, konstitusi lantas dilanggar," tandasnya.

Sementara itu, menanggapi hasil raker tersebut, anggota KPU Syamsul Bahri tak berkomentar banyak. "Kami tidak masalah, disetujui (masa sidang) sekarang atau nanti, kami tetap siap melaksanakan perppu tersebut," ujarnya.

Apakah tidak khawatir dengan ketiadaan penyikapan DPR ini? "Tidak ada. Ini sudah kesepakatan rapat," ujarnya.

Pakar Hukum Tata Negara UGM Fajrul Falaakh menilai, penerapan perppu tanpa persetujuan DPR itu memang cukup beresiko. Pemerintah, dalam hal ini presiden, akan menjadi kambing hitam jika sewaktu-waktu muncul persoalan di pemilu yang berhubungan dengan isi perppu. "Ini kan kelihatan sekali kalau DPR ingin lepas tangan," ujarnya, saat dihubungi.

Apakah hasil pemilunya sendiri juga bisa dipersoalkan? "Peluang itu ada, dan antisipasi yang dilakukan DPR, bahwa mereka tidak ikut bertanggung jawab akan hal itu," tambahnya.

Terkait dengan kemungkinan penolakan yang dilakukan DPR terhadap perppu itu nantinya, Fajrul juga menyatakan tetap sangat mungkin terjadi. Apalagi, jika ternyata memang muncul masalah akibat perppu tersebut. "Itu akan jadi senjata efektif untuk menyerang presiden, mengingat masa kerja DPR yang baru selesai hingga September nanti," pungkasnya. (dyn/tof)

http://www.jawapos.com/

Minggu, 01 Maret 2009

Survei: Pemilih Lebih Banyak Tandai Partai Dibanding Calon

JAKARTA, JUMAT — Survei terbaru yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan, secara umum pemilih lebih banyak yang menandai partai dibandingkan menandai calon.

Direktur Riset LSI Dodi Ambardi menjelaskan, temuan ini mengindikasikan bahwa para calon dan KPU belum mampu membantu dan meyakinkan pemilih agar menandai calon sebagai indikator peningkatan kualitas pemilu. Survei yang dilakukan pada 8-18 Februari 2009 ini ingin mengetahui bagaimana efek calon terhadap perolehan suara partai, pascaputusan MK yang menetapkan calon terpilih ditentukan suara terbanyak.

Hasil survei menunjukkan, 44 persen dari 2.455 responden menandai partai, 36 persen menandai calon, 12 persen menandai partai dan calon, dan lainnya 9 persen. Hasil ini didapatkan dengan melakukan simulasi pilihan menggunakan surat suara. Pertanyaan yang diajukan: apa yang dipilih?

"Hasil ini menunjukkan, bagi pemilih partai masih lebih penting ketimbang calon," ujar Dodi dalam jumpa pers di Kantor LSI, Jl Lembang Terusan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (27/2).

Berkaitan dengan calon, survei menemukan bahwa tingkat pendidikan menjadi indikator pemilih menandai calon. "Semakin baik tingkat pendidikan, semakin cenderung memilih calon dibanding memilih partai," ungkap Dodi.

Sementara itu, ketika diajukan pertanyaan 'Partai mana yang dipilih bila pemilihan anggota DPR diadakan sekarang?', hasilnya 24,3 persen responden memilih Demokrat, disusul PDI-P dengan 17,3 persen, dan Golkar 15,9 persen.

"Hasil pentingnya, efek partai jauh lebih penting dibandingkan efek calon terhadap partai. Ini tidak membuktikan anggapan bahwa calon bisa mendongkrak suara partai," tambah Dodi.

Survei ini dilakukan terhadap 2.455 responden yang merupakan WNI yang mempunyai hak pilih. Dengan sampel itu, margin of error 2,4 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Dodi menjelaskan, reponden terpilih diwawancara tatap muka dan disimulasi dengan menggunakan surat suara.


Inggried Dwi Wedhaswary


http://indonesiamemilih.kompas.com/index.php/read/xml/2009/02/27/10392449/Survei.Pemilih.Lebih.Banyak.Tandai.Partai.Dibanding.Calon